Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannys (Seri-5)

admin

- Redaksi

Senin, 15 Desember 2025 - 10:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mengenal Sufi Agung Wanita Rabi'ah Al-Adawiyah. FOTO : HN/Ilustrasi

Mengenal Sufi Agung Wanita Rabi'ah Al-Adawiyah. FOTO : HN/Ilustrasi

Pengantar

  1. Berikut disampaikan BAB XI yang disusun secara akademik, naratif, dan mendalam, tanpa tabel, serta berdasarkan ajaran Rābi‘ah al-‘Adawiyyah, dengan struktur yang paralel, Bahasa disusun lembut tetapi tegas, mencerminkan jalan mahabbah (cinta Ilahi) dalam tasawuf.
  2. Selanjutnya mari kita renungkan maknanya.

BAB XI RIDHA DAN MAHABBAH ILAHIYYAH MENURUT AJARAN RĀBI‘AH AL-‘ADAWIYYAH

A. Umum

  1. Setelah memahami hikmah sabar, sakit, dan penderitaan dalam Bab X, tahapan berikut dalam perjalanan spiritual (suluk) adalah ridha (riḍā) dan mahabbah (cinta Ilahi).
  2. Bagi Rābi‘ah al-‘Adawiyyah, dua maqām ini bukan hanya ajaran, melainkan inti seluruh hidupnya.
  3. Jika sabar adalah menahan diri, maka ridha adalah menerima, dan mahabbah adalah mencintai.
  4. Sabar adalah level pertama; ridha adalah kesempurnaan sabar; dan mahabbah adalah cahaya tertinggi yang memadukan seluruh maqām menuju penyaksian kehadiran Allah.[1]
  5. Ajaran Rābi‘ah membawa tasawuf naik dari orientasi balasan;ke orientasi Allah semata. Ia menanamkan sebuah prinsip yang mengubah wajah tasawuf: Aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka atau menginginkan surga, tetapi aku menyembah-Mu karena Engkau layak dicintai.
  6. Inilah ruh dari maqām ridha dan mahabbah dalam tasawuf.

B. Hakikat Ridha dalam Ajaran Rābi‘ah

1. Ridha sebagai Kejernihan Pandangan terhadap Takdir Allah

  • Ridha menurut Rābi‘ah bukan sekadar menerima keadaan.
  • Ridha adalah melihat keindahan kehendak Allah di balik segala peristiwa.

Ia berkata:

Segala yang dari-Mu baik bagiku.

Dalam tasawuf, ridha berarti:

  • tidak mengeluh,
  • tidak protes,
  • tidak mendahulukan kehendak diri,
  • menjadikan kehendak Allah sebagai pusat gerak jiwa.

Ridha adalah buah dari yaqīn, yakni keyakinan penuh bahwa Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba.

2. Ridha sebagai Puncak Sabar

Para sufi sepakat bahwa:

  • Sabar = menahan diri dari keluh kesah.
  • Ridha = tidak lagi merasa sakit meski diuji.
  • Mahabbah = merasa bahagia dalam ujian karena melihat kehadiran Allah.

Rābi‘ah tidak berhenti pada sabar.
Ia melampaui batas itu dan berkata:

Bagiku tidak ada pahit jika Engkau yang memberinya.

Artinya, ia memandang takdir bukan dari sisi rasa, tetapi dari sisi Pemberi Takdir.

3. Ridha Menghilangkan Dualitas Nikmat dan Musibah

Menurut Rābi‘ah, seorang yang telah ridha:

  • Tidak membedakan nikmat dan musibah,
  • tidak membedakan sehat dan sakit,
  • tidak membedakan lapang dan sempit.

Sebab bagi hatinya, yang penting bukan bentuk takdir, tetapi Allah yang menghadirkannya.

Inilah maqām yang hanya dicapai oleh orang-orang yang tenggelam dalam cinta Ilahi.

C. Mahabbah Ilahiyyah Menurut Rābi‘ah

1. Cinta sebagai Inti Ibadah

  • Rābi‘ah dikenal sebagai ibu mahabbah (umm al-maḥabbah) dalam tasawuf.
    Ajaran utamanya: Ilmuku tentang-Mu membuatku tidak memerlukan surga. Dan cintaku kepada-Mu membuatku tidak takut neraka.

Ia menggeser paradigma ibadah:

  • dari ibadah berbasis imbalan,
  • menuju ibadah berbasis cinta.

Dalam tasawuf, cinta seperti ini disebut mahabbah dzātiyyah, yaitu cinta yang ditujukan kepada Allah karena Dzat-Nya, bukan karena pemberian-Nya.

2. Mahabbah sebagai Gerak Ruhani Menuju Allah

  • Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintai-Nya.” (QS Al-Mā’idah 54).
  • Para sufi menafsirkan ayat ini sebagai dasar bahwa mahabbah adalah maqām tertinggi, di mana hubungan hamba dan Tuhan berada pada tingkat saling mencintai.

Rābi‘ah mengekspresikannya dengan doa:

Tuhanku, penuhilah hatiku hanya dengan cinta-Mu, agar selain Engkau tidak punya ruang lagi dalam diriku.

3. Mahabbah Menghapus Ego dan Keinginan Diri

Cinta Ilahi yang diajarkan Rābi‘ah menghapus:

  • keinginan pribadi (irādah nafs),
  • kecintaan dunia,
  • orientasi balasan.

Ia berkata:

Cinta tidak menerima dua tuan. Hatiku hanya cukup untuk satu: Engkau, wahai Kekasih.

Dalam tasawuf, mahabbah seperti ini disebut fanā’ al-maḥabbah—lenyapnya ego dalam kehendak Allah.

D. Relasi antara Ridha dan Mahabbah

1. Ridha sebagai Gerbang Menuju Mahabbah

  • Ridha adalah maqām yang melahirkan mahabbah.
  • Tidak mungkin seseorang mencintai Allah tanpa menerima apa pun yang ditetapkan Allah.

Sabar → Ridha → Mahabbah.

Rābi‘ah menyebut hubungan ini sebagai:

Perjalanan dari menerima takdir menuju mencintai Pembuat takdir.

2. Mahabbah Mengangkat Ridha ke Derajat Tertinggi

Jika ridha membuat seseorang menerima apa pun yang datang dari Allah, maka mahabbah membuat seseorang ingin apa yang Allah inginkan.

  • Tidak lagi pasif menerima, tetapi aktif mencintai.

Ridha = keselarasan.
Mahabbah = penyatuan tujuan.

E. Manifestasi Ridha dan Mahabbah dalam Perilaku Seorang Sufi

1. Tenang dalam musibah

Karena melihat Allah sebagai pelindung.

2. Tidak bergantung pada dunia

Karena cinta menghapus ketergantungan selain Allah.

3. Ibadah yang ikhlas tanpa pamrih

Bukan karena surga atau takut neraka.

4. Munajat yang penuh kerinduan

Seperti doa Rābi‘ah setiap malam.

5. Kasih sayang kepada sesama

Karena cinta kepada Allah memancar menjadi cinta kepada makhluk.

F. Penutup

  1. Ridha dan mahabbah adalah puncak dari perjalanan spiritual manusia.
  2. Ajaran Rābi‘ah al-‘Adawiyyah menunjukkan bahwa cinta kepada Allah bukan hanya perasaan, tetapi keadaan eksistensial di mana:
  • hati menjadi rumah bagi Allah,
  • takdir menjadi indah,
  • penderitaan menjadi penghapus hijab,dan
  • hidup menjadi persembahan total kepada Sang Kekasih.

Rābi‘ah menegakkan bahwa tujuan tertinggi hidup bukanlah surga, tetapi Allah itu sendiri. Inilah ajaran yang menjadikan beliau ikon perempuan sufi terbesar sepanjang sejarah Islam.

Catatan Kaki (Gaya Chicago CMS)

[1] Al-Qushayri, Risalah al-Qushayriyyah, Bab al-Maḥabbah.
[2] Rabi‘ah al-‘Adawiyyah, Munajat dan Syair, riwayat Fariduddin Attar dalam Tadhkirat al-Awliya’.
[3] Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Kitab al-Maḥabbah wa al-Syawq.
[4] Ibn ‘Aṭā’illah, al-Ḥikam, Hikmah tentang iradah dan mahabbah.
[5] Attar, Tadhkirat al-Awliya’, biografi Rābi‘ah al-‘Adawiyyah.
[6] Al-Junaid al-Baghdadi, dalam Al-Qushayri, Risalah, Bab al-Maḥabbah.

*Menyusul Seri-6 dan seterusnya akan ditutup dengan Doa.**

Penulis : Drs. Suripno. Mstr

Editor : Redaksi

Sumber Berita: haikunnews.id

Berita Terkait

Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-7)
Amanah Pemimpin Beriman, dan Kewajiban Menegakkan Kebenaran Allah serta Keadilan Allah
Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-4)
Mengenang Sufi Agung Wanita Rabiah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-3)
Mengenal Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah (Seri-2)
Kajian Besar Sejarah Bencana di Zaman Para Nabi: Pola yang Kembali Berulang di Abad Modern
Mengenal Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al-Adawiyah (Seri-1)
Reformasi Sistem Hukum Indonesia: Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Korektif Berbasis Kebenaran Allah dan Keadilan Allah (Seri-7)
Berita ini 3 kali dibaca
Dilarang Mengambil dan/atau Menayangkan Ulang Sebagian Atau Keseluruhan Artikel di atas untuk Konten Akun Media Sosial Komersil Tanpa Seizin Redaksi HaikunNews.Id.

Berita Terkait

Kamis, 25 Desember 2025 - 08:37 WIB

Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-7)

Sabtu, 20 Desember 2025 - 19:08 WIB

Amanah Pemimpin Beriman, dan Kewajiban Menegakkan Kebenaran Allah serta Keadilan Allah

Senin, 15 Desember 2025 - 10:06 WIB

Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannys (Seri-5)

Senin, 15 Desember 2025 - 09:51 WIB

Mengenang Sufi Agung Wanita Rabi’ah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-4)

Minggu, 14 Desember 2025 - 10:00 WIB

Mengenang Sufi Agung Wanita Rabiah Al Adawiyyah dan Ajarannya (Seri-3)

Berita Terbaru