HaikunNews.id — Ketika bencana alam melanda hampir seluruh wilayah Indonesia—terutama kawasan Barat seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan sekitarnya—rakyat menyaksikan satu fakta yang sulit dibantah: yang hadir secara nyata di garis depan hanyalah TNI dan sebagian Polri.
Pertanyaan besar pun muncul di tengah masyarakat :
- Ke mana perginya ormas-ormas yang selama ini tampil bak pasukan tempur..?
- Ke mana barisan yang biasa berparade dengan seragam mirip militer, atribut lengkap, pangkat, tongkat komando, bahkan gaya seolah memiliki struktur komando perang..?
Mengapa ketika negara dan rakyat benar-benar membutuhkan tenaga, nyawa, dan pengabdian, mereka justru diam seribu bahasa..?
ORMAS YANG SELALU RAMAI DI MEDIA, NAMUN SUNYI SAAT BENCANA
Nama-nama ini bukan asing bagi publik karena kerap muncul di ruang publik, jalanan, dan media, sering kali dengan citra keras, demonstratif, dan intimidatif :
- Pemuda Pancasila
- GRIB Jaya
- Berbagai ormas sayap partai politik
- Ormas yang mengatasnamakan NU, Banser, Ansor (dalam konteks struktur non-resmi dan kelompok yang sering tampil atributif di jalanan)
- Ormas yang didirikan oleh purnawirawan TNI dan Polri
- Kelompok-kelompok “relawan” musiman jelang Pemilu dan Pilkada
Namun ironisnya, seragam-seragam itu nyaris tak terlihat di tenda pengungsian, dapur umum, atau medan evakuasi.
Tidak ada barisan komando.
Tidak ada apel kemanusiaan.
Tidak ada mobilisasi nasional yang terkoordinasi.
FAKTA YANG TIDAK TERBANTAH
Yang bekerja nyata di lapangan adalah :
- Prajurit TNI AD, AL, AU
- Sebagian Polri
- Relawan kemanusiaan independen
- Warga sipil yang saling menolong tanpa atribut dan pangkat
Sementara itu, ormas-ormas berseragam justru lenyap dari radar kemanusiaan nasional.
ORMAS: ANTARA FUNGSI ATAU HANYA PENUNGGANG KESEMPATAN
Kritik publik semakin tajam ketika masyarakat melihat pola yang berulang :
- Muncul saat Pemilu dan Pilkada
- Aktif saat berebut lahan parkir
- Hadir saat menjaga gudang, perusahaan, dan kepentingan oligarki
- Siaga saat pesta, konser, atau acara elite
- Ramai saat demonstrasi bayaran
- Namun hilang saat bencana, penderitaan, dan jeritan rakyat
Maka muncullah istilah yang kini ramai diucapkan rakyat “Tentara plastik” berseragam, berisik, tapi rapuh dan tak berguna saat krisis nyata.
TIDAK ADA MANFAAT STRATEGIS BAGI NEGARA
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, keberadaan ormas-ormas seperti ini patut dievaluasi secara serius karena :
- Tidak memberi kontribusi nyata saat krisis nasional
- Lebih sering menimbulkan keresahan sosial
- Menjadi alat politik praktis
- Menyempitkan ruang sipil dan hukum
- Membajak simbol nasionalisme untuk kepentingan kelompok
Negara ini tidak kekurangan seragam,
tetapi kekurangan pengabdian tulus.
PELAJARAN BESAR BAGI RAKYAT INDONESIA
Bencana ini memberi pelajaran pahit namun penting :
Jangan beri ruang, legitimasi, dan panggung kepada ormas-ormas oportunis saat negara dalam keadaan aman.
Karena ketika badai datang,
ketika tanah bergeser,
ketika air menelan rumah,
mereka tidak ada.
Yang berdiri di depan hanyalah :
- Negara
- Prajurit
- Rakyat yang saling menguatkan
PENUTUP
Indonesia membutuhkan solidaritas nyata, bukan seragam palsu.
Membutuhkan pengabdian, bukan panggung politik.
Membutuhkan kerja kemanusiaan, bukan intimidasi jalanan.
Jika sebuah organisasi tidak hadir saat rakyat menderita,
maka patut dipertanyakan:
untuk siapa dan untuk apa mereka ada..?
Penulis : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla
Editor : Redaksi
Sumber Berita: haikunnews.id






